Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dianggap lunak ketika merespon penyadapan yang dilakukan Amerika Serikat dan Australia terhadap Indonesia. Hal itu tak sebanding ketika SBY merespon isu kedekatannya dengan Bunda Putri.
Guru besar hukum Internasional Universitas Indonesia Hilkmahanto Juwana mengatakan, bangsa Indonesia akan sangat kecewa kepada SBY selaku kepala negara yang terlihat lembek menanggapi isu penyadapan itu. Apalagi amarah SBY tak sebanding ketika menyikapi masalah pribadinya.
"Kemarahan publik akan semakin menjadi bila respon Presiden SBY terkait penyadapan ini tidak sebanding dengan respons presiden ketika menanggapi Bunda Putri," kata Hikmahanto, kepada wartawan, di Jakarta, Senin (11/11/2013).
Prinsipnya, kata Hikmahanto, pemerintah tidak bisa bersikap lunak terkait penyadapan itu. Sebab, penyadapan itu merupakan pelanggaran serius atas etika hubungan internasional dan norma hukum internasional
"Presiden harus paham publik Indonesia merupakan konstituen beliau sehingga kemarahan publik harus dicerminkan dalam menyikapi masalah penyadapan ini kepada pemerintah AS dan Australia," tegasnya.
Menurutnya, dalam menyikapi penyadapan tentu pemerintah tidak perlu berkelit bahwa tidak ada bukti atau perlu waktu untuk pembuktian sebelum bersikap lebih tegas.
"Masalah penyadapan sulit untuk dibuktikan. Kepolisian Indonesia, bahkan Badan Intelijen Nasional sekalipun tidak mungkin melakukan verifikasi ke keduataan besar (kedubes) dua negara yang diduga memiliki instrumen penyadapan. Ini mengingat wilayah kedubes memiliki kekebalan," katanya.
"Bila pemerintah mengemukakan alasan pembuktian, sementara negara-negara lain tidak melakukan proses pembuktian maka publik Indonesia justru akan menganggap pemerintah sekadar mengada-ada dan hendak melindungi kedua negara tersebut," tambah Hikmahanto. [yeh]
Komentar