Harapan
Pertagas dan para trader gas untuk menikmati pipa gas PGN dengan aturan
Open Access, nampaknnya belum akan dapat dilaksanakan dalam waktu
dekat. Ini disebabkan pemerintah masih kesulitan dalam menjalankan
aturan yang telah dibuatnya sendiri.
Pada pembukaan Sidang Dewan
Energi Nasional (DEN) ke 11 pada Jumat, 8 November 2013, Menteri Energi
Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengakui untuk menerapkan aturan
Open Access ternyata tidak semudah membalikkan telapak tanggan.
"Ternyata
tidak mudah menerapkan Open Access dijalur pipa yang eksisting. Namun
untuk pipa yang baru otomatis Open Access bisa diterapkan,"terang Jero
Wacik.
Lebih lanjut Jero Wacik mengatakan pemerintah belum bisa
memastikan sampai kapan Open Access ini akan diberlakukan. Pasalnnya
pemerintah masih akan mengkaji ulang aturan menggenai Open Access
dijalur pipa yang telah eksisting.
Menurut Jero Wacik, penerapan
Open Access untuk pipa yang akan dibangung tidak akan sulit, namun untuk
pipa gas yang telah lama dibangun, tentunnya akan menjadi persoalan
baru. "Sebab pipa gas yang telah dibangun terlebih dahulu, tidak
didisain untuk Open Access,"terang Jero Wacik.
Jero
Wacik memastikan bahwa kepentingan PGN maupun Pertamina akan dipikirkan
oleh pemerintah. Sebab kedua perusahaan tersebut merupakan perusahaan
yang dimiliki oleh pemerintah Republik Indonesia.
Nantinya
pemerintah tinggal memilih mana yang terbaik bagi pemerintah dan
masyarakat Indonesia. "Kita akan berusaha untuk mencari jalan yang
terbaik agar semua (Pertamina dan PGN) tidak teriak. Pemerintah tidak
ingin ada kesan mengatur ditengah-tengah, namun yang sudah terlanjur
dibangun jadi menderita," terang Jero Wacik.
Sementara itu di
tempat terpisah, Prof. Dr. Ir. Iwa Garniwa M. K., M.T., Direktur
Pengkajian Energi Universitas Indonesia, mendesak agar Kementrian Energi
Sumber Daya Mineral (ESDM) segera mencabut Peraturan Menteri No 19
tahun 2009 yang mengatur Open Access dan unbundling. Ini disebabkan
aturan tersebut mengarah kepada liberalilasi sektor hilir migas. "Jika
ini sampai terjadi, maka pembangunan infrastruktur khususnnya di pipa
gas akan terhambat. Sebab para trader tak mau membangun pipa yang
menelan investasi yang besar,"tutur Iwa.
Lebih lanjut Guru Besar
Teknik UI ini menjelaskan, PGN mau membangun pipa hingga ribuan
kilometer dikarenakan PGN merupakan badan usaha yang dimiliki oleh
pemerintah dan mereka mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan gas.
Sehingga investasi yang besar dapat disubsidi silang dari hasil
penjualan gas.
Selain akan menghambat pertumbuhan pembangunan
infrastruktur gas, menurut Iwa Open Access juga dinilai tidak sesuai
dengan karakter di Indonesia. "Open Access hanya akan bisa berhasil di
negara-negara yang telah memiliki infrastrktur yang baik,"terang Iwa.
Menurut
Iwa, harusnnya dalam kasus Open Access ini pemerintah dapat bersikap
seperti pada kasus PLN. Dimana semua penjualan listrik dilakukan oleh
PLN. Bukan melalui trader. Jika ada investor yang ingin membangun
pembangkit, maka mereka bisa menjual kepada PLN. Diharapkan dengan
adannya sikap tersebut, monopoli secara alamiah dapat terjadi.
Seperti
diketahui bersama perusahaan yang melakukan monopoli alamiah akan
mencapai skala ekonominya karena dua faktor, yaitu penguasaan tertentu
atas sebuah sumber daya inti atau perlindungan langsung dari pemerintah
atau biasa dikenal dengan sebutan State Monopoly. Selain PLN yang
menerima monopoli alamiah, Pertamina juga mendapatkannya. Pertamina
mendapatkan fasilitas monopoli alamiah dalam pasar penjualan gas elpiji.
Agar
infrastruktur gas dapat berkembang, Iwa meminta kepada pemerintah agar
tidak membuat aturan yang terlalu liberal. Sebab aturan yang terlalu
liberal akan banyak mudaratnya bagi masyarakat ketimbang manfaatnnya.
Menurut
Iwa, liberalisasi itu bisa berjalan ketika infrastruktru di negara
tersebut sudah matang. Ketika liberalisasi ini diberlakukan di negara
yang inftastrukturnnya belum matang, maka yang nantinya akan diuntungkan
adalah trader (perusahaan niaga tidak berfasilitas).
Negara yang
telah berhasil menjalankan Open Access dan memiliki infrastruktur yang
matang adalah Inggris. Menurut Iwa Inggris berhasil menjalankan Open
Access lantaran penggembangan infrastruktur dan integrasi penggembangan
kawasan industri di negara tersebut terbilang sangat baik.
Iwa
melihat sampai saat ini pemerintah melalui Kementrian Perindustrian dan
Kementrian ESDM tidak memiliki blue print yang jelas tentang
penggembangan industri yang terintegrasi dan penggembangan infrastruktur
gas.
Lebih lanjut Iwa mengatakan seharusnnya ketika pemerintah
membuat regulasi, harus diikuti dengan pembangunan infrastuktur.
Pemerintah dinilai selalu menggeluarkan peraturan namun sangat
disayangkan tidak terintegrasi dengan baik. "Siapa yang ingin melakukan
investasi besar jika tidak ada penggembangan kawasan industri baru yang
nantinnya diharapkan akan mampu mengkonsumsi gas,"terang Iwa di ruang
kerjannya.
Komentar